Sunday 3 February 2013

Kucing Putih dan Nenek Tua

Pada suatu ketika, hidup seekor kucing putih yang kurus. Di hari hujan turun dengan deras, kucing itu berteduh di teras rumah tua yang gelap. Ia melingkarkan tubuh untuk menghangatkan diri. Ekornya yang panjang menutupi matanya yang lelah. Kaki-kaki jenjangnya bertaut menghangatkan tubuh dinginnya.

Pintu rumah itu terbuka perlahan. Derit engsel yang lama tak diminyaki membuat kucing putih terjaga. Teras yang gelap sedikit terlihat oleh cahaya lilin. Jalanan basah karena hujan deras. Gelap di luar karena awan mendung menggantung berat. Terlihat seorang nenek tua dengan rambut beruban keluar dari rumah. Ia menatap kaget si kucing putih. Nenek tua perlahan mendekati kucing putih. Ia duduk jongkok di samping kucing putih lalu membelai-belai lembut bulu-bulunya. Kucing itu terdiam. Ia merasakan kehangatan dari tangan sang nenek tua.

"Kau pasti kedinginan. Ayo masuk!" kata nenek tua sambil menggendong kucing putih.

Berada dalam dekapan nenek tua terasa hangat tapi juga rapuh. Tubuh nenek tua itu sedikit gempal. Tangan-tangannya pucat berkeriput dan ringkih. Ia memakai syal lebar untuk menghangatkan bahunya. Syal itu terasa hangat di punggung kucing putih.

Nenek tua membawa kucing putih ke dapur. Ia meletakkan si kucing putih di atas meja. Nenek tua lalu menyalakan kompor. Apinya yang merah membuat ruangan terasa sedikit lebih hangat. Suara gaduh memenuhi ruangan. Nenek mencari mangkok kecil. Dia menuangkan susu ke dalam mangkok dan mendorongnya ke arah si kucing putih.

"Minumlah. Perut yang penuh akan menghangatkan tubuhmu. Aku memasak air untuk diriku." kata si nenek tua.