Monday 29 June 2015

"Merasa Puas" dan "Bersyukur"

Banyak orang memposting seperti ini "Yang namanya manusia itu tidak akan pernah merasa puas. Semuanya tergantung bagaimana kita bisa mensyukuri apa yang telah kita miliki."
Bagi ni empunya blog, kata "puas" dan "syukur" digunakan dalam kondisi yang berbeda. "Puas" itu digunakan sebagai batas dalam melakukan kegiatan yang akan dilihat, digunakan, dan dinikmati orang lain maupun diri sendiri. Misalnya ketika ada yang pesan gambar, puas itu digunakan sebagai batasan apakah gambarnya cukup baik untuk diberikan pada orang lain. Ketika dalam pengerjaan gambar ni empunya blog bisa fokus dan menghasilkan sensasi kepuasan, maka gambar yang dikerjakan sudah cukup bagus dan layak untuk diberikan pada orang yang memesan. Begitu juga ketika sekolah dulu mengerjakan makalah dan tugas sekolah lainnya. Jika dalam proses pengerjaannya bisa fokus dan setelah selesai mendapat sensasi kepuasan tersendiri, maka tugas itu sudah layak untuk dikumpulkan, dan ni empunya blog bisa memprediksi akan dapat nilai yang bagus untuk tugas tersebut. Di sini, kepuasan itu meminta standar yabg lebih tinggi dengan sendirinya. Dari sini dikatakan bahwa "aku tidak pernah puas". Ketika menggambar misalnya, melihat gambar-gambar awal mulai tertarik menggambar, dulu rasanya sudah puas dengan hasil gambaran yang seperti "itu", tapi seiring berjalannya waktu ada keinginan untuk menggambar dengan teknik baru, media baru, dan bentuk yang baru. Menggambar dengan cara yang lama sudah tidak lagi memuaskan.
Dan simbah kakung ni empunya blog selalu berpesan, "Jangan pernah merasa puas". Dulu, ni empunya blog akan langsung berhenti setelah "merasa" sudah tahu cara melakukan sesuatu. Misalnya dalam latihan gitar. Dulu, dengan mengetahui bagaimana chord C dilantunkan, ni empunya blog sudah merasa sangat senang. Akhirnya, berhenti. Belum sempat menguasai satu lagi, ni empunya blog akan berhenti. Dari sikap yang seperti itu, simbah kakung selalu berpesan agar ni empunya blog tidak merasa cepat puas.
Berbeda dengan penggunaan kata "syukur". Bagi ni empunya blog, syukur adalah pintu gerbang kebahagiaan. Mungkin syukur datangnya bisa sangat terlambat. Biasanya datang setelah kita menghadapi cobaan yang menguras emosi. Saat berada di state yang lebih tenang setelah suatu kejadian yang menguras emosi datang, lalu melihat ke belakang apa saja yang telah dilalui dan pembelajaran apa yang didapat, disitulah letak syukur berada. Seperti yang sering teman dan saudara katakan pada ni empunya blog, "Jalani saja", kami berfokus pada apa yang sedang ada, berfokus pada proses pengerjaan kegiatan dan pencapaian rencana, jalani saja dulu dan kau akan temukan keindahan setelahnya. Begitulah kira-kira bentuk syukur.
Keluhan? Akan sangat tidak sehat jika terlalu fokus tidak ingin menghadapi apa yang dikeluhkan. Tapi jika fokusnya adalah bagaimana menemukan jalan keluar dan cara menyelesaikan apa yang dikeluhkan, maka keluhan itu bukan hal tidak baik. Dan setiap orang butuh mendengar suaranya sendiri, setiap orang butuh mengeluarkan beban dalam emosi dan pikirannya, jadi maklumi saja jika ada yang berkeluh kesah, tapi jangan membuatnya terlarut dan memsberi harapan untuk tidak menghadapinya.

Sunday 28 June 2015

Poin Pertama "Berkarya"

Sama seperti saat menulis cerita, menggambar memberi efek kecanduan. Setelah satu karya selesai dibuat, akan muncul kepuasan, sedikit. Setelah seharian memandangi karya baru dengan puas, lalu akan timbul sedikit "kemuakan" dan dalam pikiran berkata, "Hanya seperti ini dan aku tadi bisa merasa puas?" Lalu akhirnya ingin melakukannya lagi, melakukannya lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi sampai benar-benar sampai pada titik jenuh kepuasan.

Kepuasan Diri Adalah Batas

Seseorang yang sudah terbiasa menjadi perfeksionis butuh batasan untuk mengurangi sifat perfeksionis itu. Setelah membaca beberapa blog orang-orang yang dulunya perfeksionis, kesimpulan itu muncul. Dan ni empunya blog menyukai cara Grace Mineta : dengan rasa puas. Meskipun tidak sesempurna yang direncanakan, tapi bila hati sudah merasa puas dengan hasil kerjaan, maka di situlah kita harus berhenti. Selain itu, kepuasan yang dirasakan juga sebagai penanda bahwa hasil kerja kita akan terlihat "cukup bagus" saat dilihat orang lain.
Sekarang, yang ingin kusampaikan di sini adalah contoh bagaimana ni empunya blog kurang puas dengan hasil kerjanya. Ni empunya blog telah beberapa bulan ini latihan menggambar. Banyak orang menyatakan bahwa hasil gambaran ni empunya blog telah mengalami peningkatan. Kau tahu, mendengar semua itu rasanya sangat memuaskan. Hal yang membuatnya puas dan "enak" adalah karena di balik yang dipuji ada niat, kemauan, dan usaha yang dilakukan. Dan semua usaha itu terasa sangat manis karena dari segi kesadaran aku memang menginginkannya. Dan ini berhubungan dengan proyek pribadi yang sedang ni empunya blog jalankan, yaitu ingin 100% fokus pada apa yang sedang terjadi karena tak ingin menyia-siakan kesempatan sebagai manusia yang memiliki rasa. Bagi orang lain mungkin biasa, tapi bagi ni empunya blog semua ini terasa sangat manis, ketika ni empunya blog memiliki "kesadaran" akan eksistensinya lalu berminta dan mengusahakan yang diminati untuk mewujudkannya. Sangat manis.
Lalu akhirnya kemarin--tanpa harus mengumpulkan keberanian dan menganalisa bagaimana--ni empunya blog langsung posting di IG dan di FB menawarkan jasa gambar. Sehari setelah itu seorang teman memesan. Rasanya begitu luar biasa, karena rasanya semesta mendukung untuk mewujudkan keinginan "working from home". Satu jalan terbuka untuk mewujudkan keinginan itu, ni empunya blog teriak dalam hati dan tak bisa menahan tawa bahagia.
Tapi, secepat datangnya kesempatan, secepat itu pula datangnya tantangan. Ni empunya blog bergantung pada "muse" ketika menggambar, dan "muse" itu yang membuat ni empunya akun bisa menggambar. Tapi tiba-tiba ni empunya blog kehilangan "muse" itu tepat setelah pesanan pertama datang. Ni empunya blog sering mencoba menggambar ketika "muse" itu tidak ada, seperti bagian dari mendisiplinkan diri, tapi masih selalu menghasilkan gambaran yang kaku dan untuk pribadi ni empunya blog "tidak memuaskan".
Dan gambar inilah hasil dari menggambar tanpa "muse" dengan setengah kepuasan dalam diri. Jadi, bagaimana menurut pendapat kalian?

Wednesday 24 June 2015

Country Girl in The City

Jadi apa yang membuat ni empunya blog sebagai country girl? Pertama, karena tempat tinggalnya di daerah pedesaan. Kedua, karena tanpa adanya pohon dan jenis tanaman lain di sekitarnya, ni empunya blog tidak bisa hidup. Ketiga, hidup dengan kesederhanaan dan beberapa prinsip klasik seperti pemakaian jenis barang apapun akan dipakai sampai benar-benar tidak dapat digunakan lagi. Dan klasik itu dasar, dasar sebuah kumpulan manusia yang lebih kompleks disebut desa (oke, teori sendiri ini mah).
Biasanya gadis desa yang dimaksud orang-orang adalah yang ketika berada di kota akan menatap dengan pandangan kagum dan takjud. Tapi ni empunya blog melabelkan diri sebagai gadis desa yang sudah tidak terlalu silau atau takjub dengan suasana kota, kecuali arsitektur dan tata wilayah kotanya benar-benar lain daripada yang lain dengan bentuk-bentuk dan warna bangunan yang tidak pada umumnya. Untuk selebihnya, semua yang ada di kota masih di ambang wajar sebuah imajinasi.
Hidup itu desa, sementara kota itu adalah pelepas bosan dan sebagai tempat berhura-hura. Di desa masih bisa bersenang-senang, tapi tidak mungkin bisa berhura-hura. Jadi jika moodnya sedang ingin boros menghabiskan uang, ni empunya akun akan memilih pergi ke kota. Hal baru yang dirasa mulai menyenangkan adalah main ke mall saat malam. Banyak mall-mall baru di Yogyakarta dengan desain arsitektur yang "tidak kaku". Sangat menyenangkan untuk mengunjunginya di malam hari karena lampu-lampu kelihatan indah ketika hari gelap. Lalu apa ini sebuah kemewahan? Untuk porsi raga, ya ini adalah salah satu bentuk kemewahan. Tapi, untuk porsi jiwa, itu bukan kemewahan.
Sesuatu yang dinilai mewah oleh raga akan menyenangkan jika dinikmati ketika keadaan pikiran sedang sangat kacau tapi badan sehat bugar. Ketika kita pada akhirnya berjalan karena dorongan intuisi dan insting dan bukan karena dorongan "keinginan", saat itulah kemewahan bisa dinikmati. Kadang jika keadaan dan kewarasan memperbolehkan, pergi dengan rombongan teman dekat akan membuat kemewahan materi menjadi terasa lebih nyata. Tapi, ada kalanya kesendirian itu sendiri adalah kemewahan, kebebasan menjadi diri sendiri dan bebas menentukan ingin melakukan apa untuk sekedar melewatkan waktu.
Setiap kali main ke mall, yang dirindukan adalah perasaan hidup, meriah, gembira, bebas, dan tentram. Mall baru dengan both yang masih sedikit belum memiliki aura itu, dan mall lama dengan kekakuan bentuk bangunan yang ajek terasa terlalu kuyu dan layu. Butuh orang kaya dengan jiwa bebas untuk bisa menciptakan aura hidup, meriah, gembira, bebas, dan tentram itu di mall. Dan menurut pengalaman ni empunya blog, orang-orang kaya bermata sipit dan berkulit pucatlah yang memiliki aura jiwa dan semangat seperti itu. Aku menginginkan mereka agar aku mendaparkan aura dan semangat itu. Manusia memiliki jiwa dan semangat dari jiwa itulah yang mewarnai dunia. Menjadikan dunia tempat yang sangat menarik.
Mall baru selalu terasa gloomy. Booth yang masih sedikit membuat aura gentayangan yang tua, klasik, lemah, dan sedih terasa di mana-mana. Mwskipun arsitekturnya bagus dengan kertas pelapis dindingnya yang bagus menutupi booth yang masih kosong, tapi karena kekosongan booth yang belum lengkap itulah yang membuat aura gloomy itu muncul. Bukan menakutkan, tapi menyedihkan, dan terasa berat untuk ditanggung. Berat yang indah, tapi cukup menguras energi.
Mall selalu memberi kerinduan akan masa kecil yang indah saat kita pergi dengan orang tua, serta kerinduan akan isi kepala yang terpuaskan melihat sesuatu yang benar-benar baru. Kerinduan itu juga membuat nuansa mall menjadi gloomy dalam bentuk kesedihan indah yang cukup menguras energi untuk menanggungnya. Rasa kebaruan itu, harapan baru itu, semua itu berpadu saat main ke mall. Apalagi ketika sendirian atau dengan teman-teman yang notabene tidak berniat belanja di mall. Namun ketika kita main di mall dengan orang yang memang niatnya adalah belanja untuk memenuhi kebutuhan, menganggap semua harga di mall itu normal, punya kebebasan untuk memilih, dan tidak timbul perasaan bersalah ketika membeli suatu barang, saat itulah main ke mall menjadi sangat menyenangkan. Rasanya seperti menjadi bagian dari orang kaya bermata sipit dan berkulit putih.
Well, begitulah kira-kira isi pikiran seorang gadis desa yang sekali-kali main ke mall.

Monday 22 June 2015

"Penikmat" dan "Penonton"

Aku muk agi arep ketawa-ketiwi ndelok polah e para "pelaku", "pelaku sekaligus komentator", dan "komentator". Mungkin kembali ke kesimpulan yg dulu aku dapat, "yang penting niatnya". Karena aku kembali memosisikan diri sebagai "penikmat" dan "penonton" yang menikmati jalannya "pertunjukkan" dan memiliki "komentar" pribadi yang tidak harus, selalu, dan ingin dibagi kepada orang lain.
Lihat saja di luar sana ada jenis orang yang memiliki niat baik dengan impian besar. Tipikalnya adalah melakukan dulu baru belajar dari kesalahan. Lalu ada jenis orang dengan niat baik dan kesempatan menambah ilmu tapi memiliki kekurangan dalam menerapkannya, isi otaknya dipenuhi kebingungan mengorganisir ilmu-ilmu dan wawasan-wawasan yang dimiliki. Lalu ada orang yang merasa cukup berilmu dan digunakan untuk memberikan pendapat tapi tidak tahu proses pelaksanaannya sehingga pendapatnya sering kali malah salah tujuan atau tidak pada pokok permasalahan. Ada  juga jenis orang yang cenderung polos, tidak punya inisiatif, patuh, dan selalu berpikiran positif yang dengan patuh dan setia melakukan tugas yang diperintahkan tapi memiliki kekurangan tidak dapat mengembangkan apa yang dikerjakan.
Dan kami para "penikmat" tertawa melihat orang-orang dari tiap jenis mengutarakan pendapat tentang suatu permasalahan. Bukan tertawa menertawakan, memandang rendah, atau mengolok-olok, bukan jenis yang seperti itu. Tapi tertawa puas karena dari sini kami menemukan satu lagi bukti betapa Tuhan menciptakan dunia dengan sangat sistematis dengan banyak kategori, klasifikasi, dan pengelompokan. Dan ketika semua subjek yang "berbeda" itu bertemu tanpa menelisik lebih dalam klasifikasi tiap subjek, yang terjadi adalah yang sering kita lihat; banyak orang bicara, banyak orang memberi pendapat, banyak orang memberi masukan, banyak orang memberi nasehat.
Dan melihat semua itu adalah salah satu kenikmatan dunia. Itulah kenapa kemudian para "penikmat" dan "penonton" tertawa. Kami merasa puas dengan "pertunjukan" yang disuguhkan, sekaligus kami mendapat tambahan wawasan baru tentang pola kehidupan di dunia.
Tapi kami, para "penikmat" dan "penonton", mengacungkan jempol salut pada semua orang yang hidup dengan dasar niat membangun dan memajukan kehidupan bersama ke arah yang lebih baik.
Dan dalam aktivitas menonton dan menikamti, kami para "penikmat" dan "penonton" memiliki kode etik tersendiri. Yang utama adalah saat menonton dan menikmati jalannya "pertunjukan" kami harus mengosongkan pikiran dari segala jenis prasangka. Kami menonton dengan tenang sampai "pertunjukan" selesai. "Komentar" yang kami miliki berkenaan dengan "pertunjukan" yang sedang berlangsung harus disaring sedemikian rupa jika ingin dibagi pada orang lain. Penyaringan dilakukan setelah melihat kondisi, latar belakang, dan karakteristik subjek yang melakukan "pertunjukan" dan subjek yang dibagi komentar. Dan yang paling sulit adalah tidak menghubungkan "pertunjukan" dengan pengalaman pribadi dalam "komentar". Itulah kenapa "komentar" tidak harus, selalu, dan ingin dibagi.
Baiklah, mungkin banyak dari kalian yang bingung dengan maksud postingan ini. Postingan ini hanya ingin menggambarkan bagaimana cara ni empunya blog melihat dunia dan memosisikan diri di dunia. Peran sebagai "penikmat" dan "penonton", bukan sebagai "pelaku" ataupun "komentator".

Saturday 20 June 2015

Rumput Tetangga Terlihat Lebih Hijau

"Aku ingin punya masa nganggur!"
Ni empunya blog sedang ingin teriak seperti itu.
Skripsi memang masih belum selesai, tapi alhamdulillah sudah punya dua tawaran pekerjaan. Pekerjaan pertama kuterima dengan senang hati karena rekan kerja di dalamnya begitu baik, kekeluargaan, pekerja keras, dan yang pasti bukan penggunjing maupun penggosip. Pekerjaan kedua menggiurkan tapi 75% diriku menolak karena ni empunya blog sudah kadung sayang dan nyaman di pekerjaan pertama.
Beberapa bulan ini sudah mulai bantu-bantu di tempat kerja pertama (dan ni empunya blog diharapkan sudah siap bekerja untuk tahun ajaran baru bulan Juli yang akan datang). Waktuku masih kuprioritaskan untuk menyelesaikan skripsi (meskipun masih nakal disambi mengerjakan proyek pribadi :p). Jadi berasa punya status tripel; mahasiswa akhir, pengangguran banyak acara, dan anak magang. Dan itu cukup melelahkan batin karena semuanya terleselesaikan setengah-setengah dan dalam waktu yang cukup lama (kecuali untuk proyek pribadi yang berjalan sangat lancar :D). Dan dari seluruh rencana proyek pribadi yang ingin ni empunya blog kerjakan, masih ada puluhan rencana yang belum terealisasi. Itulah kenapa ni empunya blog masih butuh waktu "nganggur" untuk mengerjakan tuntas rencana-rencana proyek pribadi.
Setidaknya sekarang sedang mengejar agar bisa segera ujian. Masih ada beberapa persiapan untuk kelas baru yang jadi tanggung jawab ni empunya blog yang belum dipersiapkan.
Teman-teman ni empunya blog stres karena belum juga dapat kerja setelah lulus. Ni empunya blog iri dengan waktu menganggur mereka. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau #sigh

Friday 19 June 2015

Review Buku : Confessions of A Texan in Tokyo

Judul buku : Confessions of A Texan in Tokyo
Penulis : Grace Buchele Mineta
Jumlah halaman : 188 halaman
Tahun release : 2015
Ni empunya blog akan mengawalinya dengan, "Hai, prokanca. If you need light-read book with interesting stories, try to read this one 'Confessions of A Texan in Tokyo'. I love the way Grace told her experiences live in Japan in that 4-coloum comic. It's look modesty but rich. And her husband, Ryousuke-san, is gorgeous; good humor, childish but grown-up minded (I don't know how to describe it well). And if you like Japanese culture, ya you must read this. Japanese culture experiences by a foreign who live in Japan is totally awesome and will gave you new 'horizon' way of perspective.
"Grace will give you all giveaway of this book on 21st June in Amazon.com. If you want a copy of this book, check out Amazon.com on 21st June and watch her tutorial how to get it free in her youtube channel Texan in Tokyo.
"Let's enjoy it ^0^"
Secara garis besar begitulah ni empunya blog akan mengulas buku ini.
Grace Buchele seorang wanita Texas yang menikah dengan seorang pria Jepang. Grace memutuskan untuk pindah ke Jepang. Culture shock dialami. Dan untuk menangani culture shock-nya ini, Grace "mendokumentasikan" kehidupan sehari-harinya dalam bentuk komik 4-kolom. Dia "menggambarkan" bagaimana kehidupan sederhananya dengan suaminya, Ryousuke, dan teman imajinasinya, Marvin, yang tinggal di Jepang. Selain dalam bentuk komik 4-kolom, buku ini juga berisi beberapa artikel singkat tentang hal-hal yang Grace temui di Jepang dan beberapa narasi cerita pengalaman-pengalamannya hidup di Jepang.
Hal yang membuat komik ini menarik adalah sudut pandang Grace melihat kehidupan sederhananya menjadi sesuatu yang menarik yang dapat dituangkan dalam komik 4-kolom. Gambar yang ia buat pun bagus. Beberapa artikel yang ada di dalam buku ini juga ditulis dalam kemasan yang singkat namun memberikan informasi menarik seputar pengalaman tinggal di Jepang. Beberapa artikel dalam buku ini juga dapat ditemui di blog Grace.

Thursday 18 June 2015

Sitik Post

Ni empunya blog merasa hidup kembali (bersemangat dan segala excitement dalam kehidupan dengan ambisi dan passion untuk tetap hidup) setelah melakukan "tour" dalam kehidupan seorang Grace Mineta. Channel youtube, blog, dan beberapa bukunya sangat menginspirasi. Kehidupan sederhana, tapi penuh makna dan cerita. Kesederhanaan itu yang kemudian menarik "minat" untuk mau hidup kembali, "Tak perlu kompleks, tak perlu besar, tak perlu banyak. Cukup tenang, damai, dan bersahaja mensyukuri dan berfokus pada apa yang ada sekarang. Tak perlu berlari, cukup berjalan sambil menikmati. Tak pelu mengejar, cukup dengan yang ada dan yang akan diberi Tuhan. Tinggal tetapkan hati untuk bertahan, bersabar, dan lakukan hal-hal yang membuat hati nyaman dan bahagia. Dan yang pasti dekatkan hati dan jiwa dengan Tuhan." Hidup yang natural.

Dan sebuah kesempatan bagus terbuka. Ambassador book untuk buku ketiga Grace "Confessions Of A Texan in Tokyo". Kirim email pada Grace I want to be your ambassador book, dan voila, Grace membalas dengan kalimat-kalimat penuh sayang dan dukungan, dan kita dapatkan kopian PDF buku pertama sampai ketiga. Tak hanya itu, pada tangga 21 Juni 2015 besok Grace akan memberi giveaway gratis download ebook buku ketiganya di Amazon.com. Apa yang lebih menarik dari hal itu? Ni empunya blog berbahagia dengan kesempatan dapat menjadi lebih dekat dan dapat menjadi bagian dari projek idolanya. Apa yang lebih bermakna dari menjadi bagian dan menjadi lebih dekat dengan idola kita? Saling mendukung itulah yang membuatnya berharga.

Sampai bertemu di ulasan buku Confessions of A Texan in Tokyo ^^

Sunday 14 June 2015

"Semesta Mendukung"

Dua minggu sudah berlalu sejak ni empunya blog ingin menuliskan pengalaman menarik tentang beberapa kegiatan dan apa yang dirasakan dari kegiatan tersebut.

Sebenarnya ni empunya akun punya proyek pribadi tentang bagaimana merasakan kehidupan sebagai manusia. Diawali dari sebuah kesadaran bahwa selama ini hidup terasa hambar karena tidak berfokus apa yang terasa saat melakukan sesuatu. Hidup terasa hambar ketika yang menjadi fokus adalah bagaimana melakukannya dengan baik dan sempurna dan tepat waktu sesuai rencana dan membuahkan hasil. Lalu tercetuslah untuk melakukan projek "Keluar dari Kehidupan Zombie". Projek ini dilakukan dengan memfokuskan kesadaran pada apa yang sedang terkadi sekarang. Lebih tepatnya ni empunya blog memfokuskan bagaimana rasa dari setiap kegiatan yang dilakukan.

Walaupun proyek ini digagas sejak awal tahun, tapi ni empunya blog berpikir akan mulai menceritakan "pengalaman rasa" mulai dari yang baru-baru ini terjadi. 

Masih segar di ingatan tentang kegiatan di Taman Baca Ahad dua minggu lagu. BBM masuk dari mbak Novi yang meminta tolong menjadi relawan di acara donasi buku. Mbak Novi selalu memberi kesempatan bagi ni empunya blog untuk mendapat lebih banyak pengalaman, jadi kenapa tidak. Ni empunya blog serta merta menjawab ya besok akan datang. Dan benar saja, setelah acara donasi buku itu selesai, ada banyak motivasi terkumpul dalam jiwa untuk bisa melakukan kegiatan untuk taman baca di rumah. Bertemu teman baru, mbak Dila. Dari cerita-cerita mbak Dila tentang taman baca-taman baca diberi donasi dan bagaimana menyortir buku-buku untuk donasi, ni empunya blog merasakan sensasi nyata seperti sebuah kesadaran yang benar-benar terasa hidup bahwa semua yang kita lakukan pasti akan berkembang dengan baik. Taman baca didirikan dengan maksud menumbuhkan minat baca masyarakat, terutama sasaran di rumah kami adalah anak-anak, selain berkegiatan bersama dengan anak-anak. 

Perasaan itu; suatu kesadaran bahwa semua ini bisa menjadi nyata, bahwa dengan kegiatan-kegiatan kecil yang kami lakukan akan membuat kami makin dekat satu sama lain sekaligus dapat menumbuhkan kecintaan pada membaca, perasaan seperti ini membuat ni empunya blog merasa lebih hidup. Kita hidup bersama di dunia, berkegiatan bersama untuk satu tujuan bersama. Dan yang paling kusuka dari gagasan ini adalah bahwa kami tak perlu jauh-jauh melakukan kegiatan ini di desa lain, kami bisa melakukannya di desa kami sendiri. Tak perlu memikirkan dan merancang keunikan dari kegiatan di taman baca kami, cukup melakukannya terus menerus dan semuanya akan berkembang dengan sendirinya. Aku mencintai mereka dan aku ingin memiliki kegiatan yang dilakukan bersama mereka. Sepertinya, itu adalah poin penting dari semua ini, rasa cinta.

Setelah dari acara donasi buku di taman baca tersebut, ni empunya blog menceritakan pengalaman dan kesan terinsprirasi dan termotivasinya dengan teman-teman muda-mudi di rumah, langsung pada malam di hari yang sama dengan acara donasi buku tersebut. Di sini ni empunya akun kembali merasa hidup; tak perlu ditunda, langsung ekspresikan semua yang terpikirkan dan terasa saat itu juga, tak perlu diprioriti apakah mengerjakan skripsi lebih dulu atau membaca perasaan termotivasi dan terinspirasi ini dulu. Dan teman-teman muda-mudi di rumah menyambut dengan baik. Mereka datang ke basecamp muda-mudi kami saat ni empunya akun memanggil. Kami membicarakan pengalaman dua tahun terakhir dengan taman baca kecil kami dan kegiatan muda-mudi secara keseluruhan. Dan mereka siap membantu untuk terwujudnya kegiatan-kegiatan bersama anak-anak. Malahan ada salah satu dari mereka yang memberi sumbangan uang untuk dibelikan hadiah untuk acara lomba menulis yang dia ususlkan. Juga bagaimana dia memberitahukan keberadaan taman baca kami pada salah satu donatur buku. Betapa senangnya, sangat bersemangat. Rasanya seperti "semesta mendukung"(?)

Sebelum hari H pertemuan dengan donatur buku yang baru, kami menyiapkan segalanya. Hari pertemuan ini sekaligus menjadi hari event lomba menulis dilakukan. Membuat stempel yang dari dulu belum juga terlaksana, menempelkan no induk buku yang dari dulu juga belum sempat ditempel, menata kembali buku-buku di rak, membeli hadiah untuk anak-anak yang ikut lomba menulis. Hari itu benar-benar hari sibuk, sangat menggairahkan. Walaupun begitu, ketika sampai pada hari pembuatan stempel, duduk di konter pembuat stempel menunggu stempel selesai dibuat, ada satu perasaan terselip. Tiba-tiba ni empunya akun merasakan kesepian itu lagi. Cukup besar, "Been doing it alone. Even they support me. What's for it all? Am i doing right?" Pertanyaan itu tiba-tiba muncul di kepala. Terlihat jelas bahwa yang sangat gembira dengan semua rencana ini adalah ni empunya blog. Rasanya seperti bahagia sendiri, senang sendiri, excited sendiri, bersemangat sendiri. Ni empunya blog tidak tahu apakah teman-teman yang lain sebersemangat ni empunya blog. Dari situ perasaan kesepian datang.

Mengantri di bank untuk mengambil uang karena ATM diblokir dan belum diurus (sendiri, check). Pergi ke pembuat stempel (sendiri, check). Ke toko buku membeli hadiah untuk lomba (sendiri, check). Mampir makan siang lalu terhambat hujan deras selama setengan jam di mall (sendiri, check). Ke perpustakaan untuk menemui teman mengambil buku donasi (sendiri, check). Rasanya badan lelah, pikiran kesepian, dan pada saat itu ni empunya blog benar-benar butuh sebuah dekapan hangat dan usapan di kepala yang mengatakan bahwa yang dilakukan sudah benar, tidak apa-apa. Dan semua itu terobati saat bertemu mbak Novi di perpustakaan, setelah kami ngobrol banyak tentang rencana-rencana ke depan untuk taman baca kami.

Itu kali pertama ni empunya blog MERASAKAN kesepian itu dan bukan malah MENGHINDARInya DENY IT. Itu kali pertama kesepian diresapi sebagai suatu rasa perjuangan. Itu kali pertama kesepian diresapi sebagai suatu bentuk kehidupan. Aku merasa kesepian karena aku hidup, aku hidup sehingga aku bisa merasakan kesepian.

Malam hari di hari yang sama, setelah pulang dari kota untuk melakukan semua persiapan itu, ni empunya blog menghubungi teman-teman untuk membantu acara esok hari pertemuan dengan donatur sekaligus lomba menulis untuk anak. Dan mereka datang. Itu membahagiakan. Karena jujur saja, ni empunya blog merasa sangat-sangat jengkel hingga bisa mengeluh dan ngrasani orang ketika dihadapkan dengan orang-orang yang "maaf, aku tidak bisa datang, ada tugas sekolah yang harus kukerjakan, ada pekerjaan yang harus kukerjakan". Jujur saja, ni empunya blog  merasa dikhianati dengan semua excuses itu. Tapi hari itu tidak. Semua yang dimintai datang benar-benar datang. Rasanya benar-benar seperti semesta mendukung. Lalu pada hari H, dan semua berjalan lancar. 

Ada satu bentuk kepuasan dalam diri. Dan secara pribadi, kepuasan semacam itulah yang membuat ni empunya blog melakukan semua itu. Pengendalian diri dari pikiran-pikiran negatif dan pesimis menjadi salah satu yang paling memuaskan. Benar, juga sangat melelahkan. Dan yang paling menguras tenaga hingga membuat sangat kelaparan.